WELCOME to putradaribunda On Line

Terima kasih telah mengunjungi BLOG ini. Blog ini berisikan informasi yang sifatnya membangun dan jauh dari hal-hal berbau pornografi, karena blog ini mempunyai konsep edukasi.

About Me

Contact, personal information, education background, organizational background, working experiences, job skill, computer skill, hobbies.

Kamis, 14 Juni 2007

Perjalanan Ke Kota (bag.2.End)

Akhirnya pada malam yang dingin, sampai juga perjalananku ke kota. Aku duduk di kursi taman yang panjang. Aku melihat di sekelilingku sembari meluruskan kaki. Lelah yang berlebih menbuat aku tak mampu tuk melangkah lagi. Dengan keringat yang masih enggan kering dari kulit hitamku ini.
Suasana khas kota yang hangar-bingarnya sangatlah terasa. Malam yang dingin terhangatkan oleh gemerlap kehidupan malam. Kesunyian dan kesepian terobati oleh canda-tawa gadis-gadis muda berpakaian setengah dada yang nampak serasi dengan setelan rok mininya. Berderet duduk di sepanjang taman kota dengan sinar lampu taman kota yang remang-remang, menambah bumbu kenikmatan nuansa kenikmatan malam.
Aku melihat sepasang kekasih bergandengan penuh kasih berjalan berdua kearah pohon yang rindang di ujung taman kota. Berdua bercerita serta tawa yang indah mendengung lirih di balik kesenyapan malam. Suasana rembulan yang ceria menambah kelembutan malam, terbungkus oleh halusinasi remaja masa kini. Perasaan yang satu, cinta yang satu, hingga jiwa yang satu.
Kusaksikan pula sebuah tempat hiburan yang cukup ramai. Nampak anak-anak remaja hingga yang telah separuh baya bercampur baur dalam keramaian malam. Berburu kesenangan serta kenikmatan setelah kepenatan yang telah menghampiri sepanjang hari. Kesenangan hingga kenikmatan sesaat untuk melupakan kepenatan masa lalu.
Di seberang jalan nampak berdiri kokoh beberapa gedung pertokoan yang menjulang tinggi. Dengan berbagai fasilitas yang serba canggih menghiasi gedung itu. Terlihat pula seorang perempuan menenteng bungkusan yang besar dengan tangan satunya menggandeng seoang bocah yang asyik makan coklat yang digenggamnya. Tampaklah sebuah keluarga yang bahagia.
Di sebelah kanan-kiri halte di depan taman, nampak ibu-ibu paruh baya sambil menggendong anaknya bekerja keras menjajakan jualannya pada pejalan kaki yang melewati di depannya. Dagangan mulai dari makanan kecil, gorengan, minuman, serta rokok yang terus ditawarkan pada pejalan kaki tanpa merasa putus asa. Tukang becak juga banyak ditemui di sekitar itu. Penarik becak itu menunggu penumpang sambil tidur-tiduran di becaknya. Wajah lelah keduanya nampak jelas pada raut muka mereka. Mata yang enggan terbuka adalah kawan diwaktu malam. Rasa lelah merupakan keluarga yang menemani tiap malam.
Sungguh indah dinamika yang terjadi di daerah perkotaan. Kesenjangan social yang cukup tinggi seakan tak terbatasi. Sangat nyata nampak perbedaan status yang berkembang di daerah perkotaan. Dalam arah sudut pandang mata yang sama, seakan pasti kita temui adanya perbedaan. Antara mereka-mereka kaum borjuis dengan mereka-mereka kaum prolentar.
Kerasnya hidup ini salah siapa? Aku sempat berkhayal dalam kesendirian, saat aku duduk sendiri di kursi taman. Seandainya negri tercintaku ini damai, tentram, dan sejahtera. Negri tanpa kesengsaraan, penderitaan, kelaparan, apalagi negriku yang subur ini sedang terbelenggu dalam penderitaan busung lapar (kurang gizi), hal yang sangat ironis bagi negriku. Kapan negriku kan menjadi negri yang kuimpikan?
= = = = = = = = = = / / / / / = = = = = = = = = =
© ZchelenK ==> 13 Juni 2007

Perjalanan Ke Kota (bag.1)

Siang itu tepatnya hari jumat pada bulan Juli, aku berjalan-jalan ke kota. Tepat pukul 11.30 waktu setempat, aku keluar dari istanaku yang megah, berjalan menyusuri jalanan beraspal yang seakan indah oleh fatamorgana. Genangan air yang ada di atas jalan beraspal, memberiku harapan fana sehingga tanpa terasa aku telah berjalan cukup jauh dari istana megahku.
Siang yang panas serta teriknya sang surya tanpa awan yang memayungiku serasa membakar kulit hitamku. Memang secara nyata kulit yang hitam walaupun tersengat seribu kali panasnya mentari siang itu, tida akan berpengaruh. Kulit hitam tetaplah hitam, walau akhirnya kulitku akan bertambah hitam pula karenanya.
Namun, panasnya mentari di siang itu tetap membakar kulit hitamku. Terasa panas di sekujur kulit yang tak tertutup sehelai kain yang melindung. Peluh yang terus mengucur di sekujur tubuh menemani penuh canda kulitku yang sedang terbakar sengatan mantari tengah hari. Keras mengalir membelai kulit indahku. Serasa canda mereka terdengar hingga ujung dunia yang tak terbatas.
Batinku pun serasa bahagia melihat persahabatan yang terjalin antara kulit yang terbakar dan peluh yang mengucur dari tubuhku. Keduanya saling mengisi dan tak kan pernah terpisahan walau cinta antara keduanya dipisahkan. Mereka selalu hidup berdampingan penuh bahagia dengan sejuta harapan cinta yang selalu tertanam dalam benak mereka berdua. Keindahan kebersamaan selalu terukir dalam prasasti keabadian yang takkan pernah luntur oleh zaman.
Sesampai di persimpangan jalan, aku berhenti sejenak. Aku lihat sebuah rumah besar berdiri kokoh seakan menantang langit. Sebuah rumah megah dengan pagar yang tinggi serta dua pintu pagar yang membatasi rumah dengan jalanan didepannya. Sebuah pos jaga menemani pintu pagar yang indah dengan ornament-ornamen khas keduniawian. Seakan pantas apabila disebut sebagai sebuah rumah.
Di pojok rumah di saping garasi, ku melihat wajah berseri-seri sang mawar berduri menyaksikan dunia ini. Sembari bersandar di dalam sebuah pot bunga berwarna putih yang terbuat dari batu marmer, serta pantulan cahaya yang menyilaukan mata, menambah kecantikan sang mawar berduri. Raga elegan sebuah mawar berduri hingga sang rumput keringpun terkesan oleh raga elegan yang melekat dalam diri sang mawar berduri.
Bahkan kuasa panas mentari di siang itu, tidak mampu menyentuh tubuh mawar berduri yang dengan kokoh penuh wibawa. Sengatan mentari tak mampu menjangkau aura batin sang mawar berduri. Atap rumah yang melindungi sang mawar berduri memanglah kuat. Bagai perisai dalam medan perang yang mampu menahan tombak walau ujung tombak kuat, lancip dan tajam. Benteng yang melindungi mawar berduri dari hujan api dari langit.
Di tengah kemegahan serta kuasanya, mawar berduri tetaplah mawar berduri. Dalam sinar kemegahan, jiwa sang mawar berduri memberontak dan berteriak dalam kesendirian. Menyaksikan sang waktu berparodi serta mendengar denting jam lemari bernyanyi dalam kesunyian, membuat batin sang mawar berduri kosong. Hampa menikmati hidup yang penuh keindahan dan cinta.
Keangkuhan materi melahirkan kesunyian abadi. Kesendirian menjangkit dan menyakiti nurani makhluk penciptanya. Gelapnya jalan ke depan membutakan nurani hingga bumi menangis menyaksikannya.
Mawar berduri hidup dalam lingkaran permainan sang waktu yang berputar. Namun kuasanya tak mampu menjangkau persahabatan yang hidup liar di sekitarnya. Tertutup oleh benteng pemisah, benteng yang telah dibangunnya sendiri.
Tak nampak aura keriangan dari diri sang mawar berduri. Satu daun jatuh, sejuta daun jatuh, hingga penuh seisi pot bunga namun tak seorangpun memungut daun jatuh itu. Tak ada sahabat lama, tak ada karib, serta tak ada seorangpun mempedulikan.
Kini mawar berduri telah layu. Hidup dalam pot bunga yang kumuh. Hanya sesal akan waktu yang terbuang oleh kecantikan materi. Sendiri dalam gelapnya alam raya.
Beberapa saat aku lanjutkan perjalanan ke kota. Di bawah teriknya hari waktu itu, pikiranku tiba-tiba dipenuhi akan pertanyaan-pertanyaan. Dari kedua kejadian tadi, kejadian yang ku alami selama perjalanan saat ini.

= = = = = = = = = = / / / / / = = = = = = = = = = =
© ZchelenK ==> 13 Juni 2007