WELCOME to putradaribunda On Line

Terima kasih telah mengunjungi BLOG ini. Blog ini berisikan informasi yang sifatnya membangun dan jauh dari hal-hal berbau pornografi, karena blog ini mempunyai konsep edukasi.

About Me

Contact, personal information, education background, organizational background, working experiences, job skill, computer skill, hobbies.

Rabu, 30 Maret 2011

Abrasi Pantai

Lingkungan pantai merupakan daerah yang selalu mengalami perubahan, karena merupakan daerah pertemuan kekuatan yang berasal darat dan laut Perubahan ini dapat terjadi secara lambat hingga cepat tergantung pada imbang daya antara topografi, batuan, dan sifatnya dengan gelombang, pasang surut dan angin. Oleh karena itu didalam pengelolaan daerah pessisir diperlukan suatu kajian keruangan mengingat perubahan ini bervariasi antar suatu tempat dengan tempat lain.

Bentang alam pantai di kontrol oleh aksi alamiah yang bekerja secara terus menerus. Pada dasarnya dapat dikelompokkan dua macam aksi alamiah yaitu yang bersifat menghancurkan (abrasi) dan yang besifat membangun dengan cara pengendapan (sedimentasi).

Selanjutnya pengertian dari abrasi (pengikisan pantai) merupakan bagian dari gejala alam atau proses geologi. Dimana seiring perubahan iklim dan curah hujan yang tinggi yang mengakibatkan gelombang dan arus semakin meningkat yang mengakibatkan abrasi pantai. Dimana abrasi atau pengikisan pantai merupakan proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak, abrasi biasanya disebut juga erosi pantai, namun manusia sering menyebut sebagai abrasi.

Gaya erosi yang bekerja di daerah pantai, terutama berasal dari gelombang laut, kemudian dibantu oleh arus laut, pasang surut, hembusan angin dan air hujan, disebut sebagai abrasi. Salah satu cara untuk mencegah terjadinya abrasi adalah dengan penanaman hutan mangrove.

Faktor yang mempengaruhi kecepatan erosi marine yaitu :
  • Gelombang dan arus laut, merupakan faktor utama penyebab dari erosi marine, utamanya gelombang pada saat terjadi badai maupun tsunami.


Kenampakan gelombang sebelum sampai pada garis pantai
  • Macam dan resistensi batuan, pada batuan yang mempunyai resistensi yang lemah, maka batuan ini akan lebih mudah terkikis. Hal ini dapat di lihat dari garis pantai yang berbeda.

  • Kedalaman laut lepas pantai. Semakin dalam laut lepas pantai, maka kekuatan ombak yang di hasilkan akan semakin besar.

  • Keterbukaan pantai  terhadap serangan ombak atau gelombang. Yang dimaksudkan di sini, tidak ada barrier atau pulau penghalang di depan pantai, sehingga kekuatan gelombang yang sampai pada pantai masih terlalu besar, yang di karenakan tidak ada penghalang yang meredam kekuatan gelombang.

  • Sifat-sifat struktur dari batuan seperti arah banyaknya rekahan atau sesar. Pada batuan yang mempunyai rekahan, maka akan lebih tidak resisten dan lunak sehingga mudah terabrasi oleh kekuatan gelombang.

  • Banyak sedikit dan besar kecilnya material pengikis yang diangkut oleh gelombang. Gelombang biasanya membawa material. Apabila material yang di bawa relatif besar, maka garis pantai, utamanya cliff (tebing) akan hancur oleh hantaman material yang dibawa oleh gelombang. Sedangkan gelombang yang tidak mengangkut material dapat mengikis batuan pada pantai , apalagi apabila gelombang membawa material.
Beberapa kenampakan hasil erosi pantai :
  • Dataran abrasi, yaitu suatu dataran hasil pengendapan dari abrasi gelombang laut

  • Geos, yaitu celah sempit dan dalam yang terdapat pada tepi pantai.

  • Arch, yaitu lengkungan alamiah yang terbentuk sebagai akibat hempasan gelombang laut

  • Stacks, yaitu lengkungan alamiah yang terpisah dari daratan karena runtuh

  • Cave, yaitu gua pantai yang terbentuk karena hempasan gelombang laut yang menghantam.
Dataran Abrasi
Suatu dataran hasil abrasi gelombang laut, dimana daerah ini merupakan berada pada zona pengrusakan oleh gelombang laut. Pada daerah ini, material darat terkikis sehingga semakin lama, akan semakin berkurang. Hal ini menyebabkan adanya proses kemunduran garis pantai.


Rekontruksi kemunduran garis pantai akibat hembasan gelombang

Pada gambar diatas, dapat kita lihat bagaimana bahwa gelombang yang datang dapat menghancurkan batuan penyusun pantai. Pada gambar kita lihat ada 2 jenis sifat batuan, yaitu terdapat batuan yang lunak dan batuan yang resisten (Gb.a). Pada saat gelombang datang dari arah depan, batuan yang mempunyai tingkat resistensi yang lemah akan terkikis lebih dahulu. Pada fase ini, akan terbentuk suatu teluk pada pantai tersebut (Gb.b). Selanjutnya, setelah terbentuk teluk, maka terjadi gelombang refraksi, gelombang ini berbelok karena bentuk morfologi pantai yang berbeda apabila di bandingkan dengan kondisi awal (sebelum terbentuk teluk). Gelombang ini menghantam batuan yang lebih resisten, sehingga mengakibatkan batuan yang lebih resisten terkikis kuat (Gb.c). Selanjutkan akan menciptakan suatu garis pantai yang lurus, yang pada akhirnya telihat garis pantai yang mengalami kemunduran, sehingga berakibat perusakan daerah pantai dan berkurangnya daerah daratan (Gb.d).
  • Arch dan Stack

Pasca terbentuknya teluk (Gb.a) yang terjadi akibat adanya abrasi gelombang, dimana batuan yang kurang resisten (soft rock) telah terabrasi terlebih dahulu, maka gelombang yang datang beserta pantulan menyebabkan adanya refraksi gelombang pada muka teluk. Hal ini menyebabkan terjadinya proses abrasi yang terjadi pada batuan yang resisten, yang berfungsi sebagai headland. Pada proses pengikisan (abrasi) ini, akan menghasilkan suatu lubang-lubang pada batuan yang terkena hantaman gelombang, baik pada pada batuan di teluk maupun headland (Gb.b). Pada headland, akan terjadi pengikisan pada dasar batuan yang mengalami kontak secara langsung dengan gelombang, sehingga akan menghasilkan suatu bentuk lubang dimana pada bagian atas masih menyambung dengan deratan. Hal ini menyerupai gapura-gapura, yang umumnya di sebut dengan “arch” (Gb.c).  Apabila suatu saat, “arch” ini terpisah, karena rubuhnya permukaan yang di atas, akan membentu suatu “stack” dimana terpisahkan oleh lautan di sekitarnya.


Rekontruksi pembentukan arch dan stack pada pantai

“Arch” dan “Stack” biasa juga pada penyusun batuan telah mengalami proses pelemahan, seperti halnya, telah terjadi struktur geologi (kekar maupun sesar) pada daerah tersebut. Hal ini akan menyebabkan batuan ini cukup rapuh, sehingga akan lebih mudah terabrasi.

Penampakan Arch (a), Stack (b), dan cave atau gua (c)

Sedangkan cave atau gua terbentuk karena gelombang yang menghantam langsung pada daerah berupa tebing. Terjadi pada daerah antara pasang maksimum dan surut maksimum. Hal ini terjadi pada energi gelombang yang tinggi. Pasang maksimum akan menghasilkan top dari cave, sedangkan surut maksimum akan menghasilkan bottom cave. Proses ini yang pada akhirnya akan menghasilkan tebing mundur, karena pada saat terbentuk lubang (goa), dan batuan di atas telah melampau batas elastisitasnya, maka batuan ini akan tidak mampu menahan dan jatuh ke bawah (longsor). Pada (Gb.c) menunjukkan adanya kemunduran garis tebing, dimana tebing awal berada pada posisi “1”, dan sekarang berada pada posisi ke “3”.


Minggu, 27 Maret 2011

PEMBUATAN PENAMPANG GEOLOGI “MANUAL”

Dalam pembuatan penampang GEOLOGI secara manual, hal yg perlu di perhatikan adalah cara penarikan sayatan usahakan tegak-lurus dengan strike/jurus kedudukan batuan. Hal ini untuk menghindari sebaran batuan yang seragam pada penampang geologi.

Hal kedua yang perlu di perhatikan adalah sudut bearing dan dip. Bearing dan dip digunakan untuk koreksi kemiringan bantuan pada penampang geologi. Bearing merupakan sudut yang di bentuk oleh garis sayatan dan perpanjangan dari strike batuan pada peta, dimana sudut yang di bentuk kurang dari 90 derajad. Sedangkan dip merupakan kemiringan batuan yang ada di lapangan.



Rumus koreksi dip:

Tan dip penampang =[ tan dip lapangan] x [sin bearing]



Untuk memudahkan perhitungan ini, tentunya kita butuh kalkulator untuk perhitungan trigonometri ini. Namun tidak semua kalkulator mampu untuk menghitung perhitungan ini, apalagi kalkulator penjual terong di pasar. Salah satu tips adalah dengan menggunakan ms. office excel, atau juga dengan membuat software sendiri menggunakan visual basic (tp aq belum mampu membuat software ini... hahahaahahah...)



Perhitungan via excel:

=DEGREES(ATAN((TAN(RADIANS(B2)))*(SIN(RADIANS(C2)))))



Untuk bukaan dip terkoreksi pada penampang geologi, perhatikan saja mana batuan yg lebih tua. Kan bisa interpretasi langsung di peta…

So... lanjutkan bikin profil linenya... TKP...

Mengintip Bumi Menggunakan "Remote Sensing"

ADA perpaduan dua teknologi yang menciptakan perhatian dan terapan yang paling besar dan cakupan yang luas atas berbagai disiplin ilmu, yaitu remote sensing (pengindraan jarak jauh) dan penyelidikan antariksa.

Penelitian bumi dari angkasa/antariksa telah bergeser dari bidang penelitian murni ke bidang aplikasi (terapan) dalam kehidupan sehari-hari. Dewasa ini, kita bergantung pada sensor wahana antariksa untuk membantu tugas-tugas mulai dari prakiraan cuaca, peramalan tanaman, penghitungan potensi tegakan (kayu) hutan, peneli-tian lahan dan sumber daya mineral, sampai kepada terapan yang beraneka ragam seperti pendeteksian pencemaran, pemantauan daerah ternak, perikanan komersial, bahkan dalam sistem pertahanan/keamanan memantau aktivitas kemiliteran sebuah negara (seperti yang dilakukan Amerika terhadap negara lain).

Teknologi pengindraan jarak jauh terus-menerus berubah dari waktu ke waktu menuju peningkatan detail objek pantau. Hal itu dilakukan dengan peningkatan dan atau perbaikan teknologi wahana dan pesawat-pesawat terbang atau pesawat antariksa yang baru serta penempatannya di orbit bumi.

Pengindraan jarak jauh dikenal sebagai suatu ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena. Informasi diperoleh melalui analisis data piktorial dan/atau numerik yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Pengumpulan data dari jarak jauh dilakukan dengan berbagai bentuk termasuk dengan teknik pemancaran daya, pemancaran gelombang bunyi, atau pemancaran dan penangkapan energi gelombang elektromagnetik. Sebagai contoh, suatu grafimeter memperoleh data pada variasi penyebaran daya tarik bumi. Sonar pada sistem navigasi di air memperoleh data tentang variasi dalam pemancaran gelombang bunyi. Mata kita pun mendapat data dari variasi pemancaran energi elektromagnetik dari benda-benda yang kita lihat.

Secara skematik menunjukkan gambaran umum proses dan elemen yang terkait di dalam sistem remote sensing dengan energi elektromagnetik untuk suatu sumber daya alam. Hal ini meliputi dua proses utama, yaitu pengumpulan data dan analisis data. Elemen proses pengumpulan data meliputi sumber energi, perjalanan energi melalui atmosfer, interaksi antara energi dengan kenampakan di muka bumi, sensor wahana pesawat terbang dan/atau satelit, dan hasil pembentukan data dalam bentuk piktorial dan/atau bentuk numerik.

Singkatnya, kita menggunakan sensor untuk merekam berbagai variasi pancaran dan pantulan energi elektromagnetik dari kenampakan di muka bumi. Proses analisis data meliputi pengujian data dengan menggunakan alat interpretasi dan alat pengamatan untuk menganalisis data piktorial, dan atau komputer untuk menganalisis data sensor numerik.

Data rujukan tentang sumber daya yang dipelajari (seperti peta tanah, data statistik tanaman, atau data uji medan) digunakan untuk membantu analisis data. Dengan bantuan data rujukan analisis mengambil informasi tentang jenis, bentangan, lokasi, dan kondisi berbagai sumber daya yang dikumpulkan sensor. Informasi ini kemudian disajikan, biasanya dalam bentuk peta, tabel, dan suatu bahasan tertulis atau laporan. Akhirnya informasi tersebut diperuntukkan bagi para pengguna yang memanfaatkannya untuk proses pengambilan keputusan.

Foto udara

Salah satu bentuk pengindraan jauh yang paling umum, ekonomis dan banyak digunakan adalah foto udara. Manfaat utama foto udara bila dibandingkan dengan pengamatan di lapangan meliputi beberapa hal sebagai berikut :

- Meningkatkan Titik Keuntungan

Fotografi udara memungkinkan untuk mengamati gambar yang besar yang di dalamnya terdapat objek-objek yang diinginkan. Foto udara memperlihatkan kenampakan menyeluruh di mana semua yang ada di muka bumi yang dapat diamati dan direkam secara serentak. Namun informasi yang diperoleh bagi tiap orang yang mengamatinya akan berbeda tergantung dari keperluannya masing-masing. Hidrologis akan memusatkan perhatiannya pada tubuh air permukaan, geologis pada struktur batuan dan geomorfologinya, pakar pertanian pada jenis tanah dan tanamannya, dan sebagainya.

- Kemampuan untuk Menghentikan Kegiatan

Tidak seperti mata manusia, foto dapat memberikan suatu gambaran kegiatan yang terhenti atas kondisi yang bersifat dinamik. Foto udara sangat berguna untuk mempelajari fenomena yang dinamik dari banjir, populasi binatang liar yang bergerak, lalu lintas, tumpahan minyak, dan kebakaran hutan.

- Catatan Permanen

Foto udara pada dasarnya merupakan rekaman permanen atas kondisi yang ada. Rekaman tersebut dapat dipelajari dengan lebih enak, lebih banyak di kantor. Satu citra dapat dipelajari banyak pengguna. Foto udara juga dapat sebagai pembanding suatu data sejenis yang diperoleh pada waktu sebelumnya, sehingga perubahan sesuai dengan berlalunya waktu dapat dipantau.

- Kepekaan Spektral Diperlebar

Film dapat mengindra dan merekam pada rentang panjang gelombang sebesar dua kali lebih lebar daripada kepekaan mata manusia (0,3 - 0,9 mm dibandingkan 0,4 - 0,7 mm). Dengan fotografi, panjang gelombang ultraviolet dan inframerah pantulan yang tidak tampak dapat dideteksi, kemudian direkam dalam bentuk citra yang tampak, sehingga kita bisa melihat fenomena yang tidak tampak oleh mata.

- Meningkatkan Resolusi Spasial dan Ketelitian Geometrik.

Melalui pemilihan yang tepat atas kamera, film, dan parameter penerbangan, kita dapat merekam data keruangan yang lebih rinci pada foto dibandingkan yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Data tersebut tersedia untuk kita dengan mengamati foto udara tersebut dibantu dengan pembesaran. Dengan data rujukan lapangan yang tepat, kita juga dapat memperoleh pengukuran teliti atas posisi, jarak, arah, luas, ketinggian, volume, dan lereng berdasarkan foto udara. Sesungguhnya, kebanyakan peta planimetrik dan peta topografik yang ada sekarang dihasilkan dengan menggunakan pengukuran-pengukuran dari foto udara.

Balon udara

Awal foto udara mulai diperkenalkan pada tahun 1858. Saat itu seorang juru potret dari Paris, Gaspard Felix Tournachon mengunakan sebuah balon udara sampai ketinggian 80 m untuk mengambil gambar daerah Bievre, Prancis. Setelah kejadian tersebut pemotretan dari balon berkembang di mana-mana. Foto udara yang paling awal yang dibuat James Wallace Black di Amerika, dari sebuah balon pada ketinggian 365 m di atas kota Boston pada tahun 1860. Foto tersebut kemudian diabadikan Oliver Wendell Holmes yang menguraikannya pada majalah Atlantic Monthly. "Bulan Juli 1863: Boston ketika rajawali dan burung camar melihatnya, tampak sebagai objek yang jauh berbeda dengan ketika penduduknya yang padat melihat atap-atap dan cerobong asapnya," tulisnya.

Perkembangan selanjutnya, pada tahun 1882 foto udara mulai digunakan untuk memperoleh data meteorologi dengan menggunakan layang-layang. Foto udara dengan menggunakan layang-layang dilakukan seorang ahli meteorologi berkebangsaan Inggris, E.D. Archibald. Awal dasawarsa 1900-an, pemotretan dari layang-layang yang dilakukan G.R. Lawrence dari Amerika telah menarik perhatian dunia. Pada tanggal 18 April 1906, ia memotret San Fransisco setelah kejadian bencana gempa bumi besar dan kebakaran. Ia memasang kameranya yang berukuran besar sampai ketinggian 600 m, dan menghasilkan foto negatif berukuran 1,4 x 2,4 m.

Pesawat udara, yang ditemukan pada tahun 1903, tidak digunakan sebagai wahana bagi kamera. Namun pada tahun 1909, ketika seorang juru potret gambar kehidupan biosfir menemani Wilbur Wright dan memotret gambar hidup yang pertama di atas Centovelli, Italia.

Perolehan foto udara menjadi hal yang jauh lebih praktis dengan pesawat terbang dibandingkan dengan balon dan layang-layang. Pemotretan dari pesawat terbang menjadi perhatian yang besar bagi sandi kemiliteran selama Perang Dunia I, bahkan pada Perang Dunia II.

Sampai saat ini kegiatan mengintip bumi dari angkasa untuk membuat foto udara telah berkembang untuk berbagai tujuan. Mulai dari penyelidikan geologi, tanah, penggunaan lahan dan pertanian, kehutanan, sumber daya air, perencanaan kota dan wilayah, pemetaan lahan basah, terapan untuk ekologi satwa liar, kepurbakalaan, Amdal, dan selanjutnya dikembangkan untuk menyusun SIG (Sistem Informasi Geografi).

"Remote sensing" dari antariksa

Perintisan pertama pengindraan jauh (disingkat dengan indraja) dari antariksa adalah pengindraan dengan menggunakan roket. Suatu hak paten telah dianugerahkan kepada Ludwing Rahrmann dari Jerman atas karyanya penemuan dan pengembangan perangkat untuk memperoleh pandangan fotografik mata burung pada awal tahun 1891. Perangkat tersebut adalah berupa sistem kamera roket berbaling-baling yang dikendalikan dengan parasut pada saat kembali ke darat. Pada tahun 1907, seorang Jerman lainnya bernama Alfred Maul telah menambahkan konsep girostabilisasi (gyrostabilization) pada sistem kamera roket tersebut. Ia berhasil meluncurkan suatu beban seberat 41 kg berisi suatu kamera berukuran 200 x 250 mm hingga ketinggian 790 m pada tahun 1912.

Indraja dari antariksa diawali sebagi modelnya pada periode waktu 1948 hingga 1950 dengan peluncuran roket V-2 yang diperlengkapi dengan kamera, dan peluncurannya dilakukan dari Landasan Percobaan White Sand, di New Meksiko. Pada tahun-tahun berikutnya, sejumlah penerbangan dengan fotografi dilakukan dengan roket, peluru kendali, satelit, dan pesawat antariksa berawak. Akan tetapi foto yang dihasilkan pada awal penerbangan antariksa tersebut kurang baik kualitasnya, sebab misi awal itu dilakukan terutama untuk tujuan yang bukan bagi pemotretan. Walaupun kualitas foto tersebut kurang baik bila dibandingkan dengan bakunya sekarang, foto awal tersebut menampilkan nilai potensial indraja dari antariksa.

Pada awal-awalnya upaya penggambaran permukaan bumi lebih cenderung ke arah insidental untuk pengembangan satelit cuaca, yang diawali dengan TIROS pada tahun 1960. Namun pada periode dasawarsa selanjutnya, perkembangan teknologi indraja khususnya dari antariksa menjadi semakin nyata dengan dikembangkannya program pesawat antariksa berawak seperti Merkury, Gemini, dan Apollo.

Pemandangan

Pada tanggal 5 Mei 1961, Alan B. Shepard Jr. melakukan penerbangan Mercury suborbital selama 15 menit dan berhasil membuat 150 citra foto yang sangat bagus. Foto tersebut dibidik dengan kamera otomatik Mauer 70 mm. Foto tersebut memang hanya menggambarkan langit, awan, dan laut, sesuai dengan sistem lintasan terbang yang dilakukan Shepard, tetapi citra tersebut benar-benar mendukung pernyataan Shepard, "Alangkah indahnya pemandangan ini."

Suatu kamera Hasselblad yang dimodifikasi dengan lensa 80 mm menjadi alat pada percobaan pemotretan pada program Gemini (GT-4). Program ini meliputi pemotretan formal pertama dari antariksa yang diarahkan secara khusus untuk geologi. Liputannya termasuk foto hampir tegak lurus daratan Amerika Serikat bagian Barat Daya, Meksiko bagian Utara, dan daerah lain di Amerika Utara, Afrika, dan Asia. Citra tersebut dengan segera mengarahkan penemuan baru dan mengejutkan di bidang tektonik, vulkanologi, dan geologi morfologi. Keberhasilan misi GT-4 dilanjutkan dengan penelitian berbagai gejala geografik dan oseanografik.

Pengetahuan dan pengalaman dari misi GT-4 ini kemudian diperluas dengan program Apollo (sebelum pendaratan di bulan) yang dilengkapi dengan percobaan terkendali pertama meliputi perolehan foto orbitasi multispektral untuk mengkaji berbagai sumber daya bumi. Dalam percobaan Apollo (Apollo 9) digunakan empat kamera Hasselblad 70 mm yang di-gerakkan secara elektrik. Foto yang dihasilkan dipotret dengan film pankromatik hitam putih dengan filter hijau dan merah, film infra merah hitam putih, dan film berwarna. Diperoleh 140 rangkaian (set) foto citra meliputi Amerika Serikat bagian Barat Daya, tengah Selatan, dan Tenggara, dan juga sebagaian daerah Meksiko dan kepulauan Karibia.

Tahun 1973, laboratorium antariksa Amerika pertama Skylab, diluncurkan, dan antariksawannya membuat citra bumi sebanyak 35.000 citra dengan program Paket Percobaan Sumber Daya Alam (Earth Resources Experiment Package/EREP).

Stasiun percobaan antariksa yang lain dibuat pada tahun 1975 dengan dilengkapi dengan komponen remote sensing hasil kerja sama Amerika Serikat dengan Uni Sovyet, Apollo Soyuz Test Project (ASTP). Sayangnya pada proyek tersebut digunakan lagi kamera tangan 35 mm dan 70 mm, karena tujuannya yang bukan untuk pengindraan sumber daya bumi. Di samping itu, oleh berbagai sebab, maka kualitas keseluruhan citra yang diperoleh pada proyek ASTP mengecewakan. Meskipun demikian, misi ASTP membuktikan bahwa awak yang terlatih dapat memperoleh data sumber daya bumi yang bermanfaat dan kadang-kadang wahid (unique) dengan pengamatan visual dan pengindraan yang bijaksana.

Berdasarkan hasil yang diperoleh atas penampakan sumber daya bumi yang di-sajikan satelit cuaca dan misi antariksa berawak, maka NASA, dengan dibujuk untuk kerja sama oleh Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat, memulai melakukan kajian konseptual atas kelayakan seri Satelit Teknologi Sumber daya Bumi (Earth Resources Technology Satellite/ERTS). Diawali dalam tahun 1967, program tersebut membuahkan rencana urutan enam buah satelit yang sebelum peluncurannya diberi nama ERTS A, B, C, D, E, dan F (setelah peluncurannya berhasil mengorbit, sesuai dengan rencana maka namanya diubah menjadi ERTS 1, 2, 3, 4, 5, dan 6).

Satelit ERTS-1 diluncurkan dengan roket pendorong Thor-Delta pada tanggal 23 Juli 1972, dan satelit ini beredar hingga tanggal 6 Januari 1978. Wahana yang digunakan untuk sensor ERTS-1 ialah satelit cuaca Nimbus yang diubah untuk tujuan misi ERTS-1. Satelit ini merupakan satelit tak berawak pertama yang dirancang untuk memperoleh data tentang sumber daya bumi dengan cara sistematik, berulang, beresolusi sedang. Berdasarkan data multispektral satelit tersebut, terutama dirancang sebagai suatu sistem percobaan untuk menguji kelayakan bagi pengumpulan data sumber daya bumi dari satelit berawak.

Berbagai negara di dunia diundang untuk ikut berpartisipasi dalam melakukan evaluasi kelayakan tersebut, dan hasil percobaan dalam lingkup dunia dengan sistem ini sangat menggembirakan. Pada kenyataannya hasilnya melampaui harapan para ilmuwan. Kira-kira 300 percobaan secara terpisah dengan percobaan ERTS-1 dilakukan di 43 negara bagian Amerika Serikat dan 36 negara lain.***